Akhirnya

“Mimpi tidak akan merenggut nyawa, jadi bermimpilah sebelum berbahaya.”

>_<

Terhitung, sudah sepekan kita berkomitmen untuk menghasilkan sebuah tulisan. Kita menyebutnya dengan projek RASEMEN (geRAkan SEpekan MENulis). Aku sangat senang bisa terlibat tanpa syarat dalam projek ini. 

Aku berharap, ada projek-projek lain yang bisa kita eksekusi kedepannya. Ayo ramaikan grup WhatsApp kita dengan projek selanjutnya!

Benar. Bagaimana kalau kita lanjutkan podcast kertasuara saja? Sepertinya menarik, patut dicoba. Kita tidak tahu masa depan. Mungkin saja podcast kita bisa menjadi pesaing berat dari podcast rintik sedu. Aamiin😅

Kalian harus tahu bahwa aku bersyukur mengenal kalian. Sarangbeo sekebon💕

Rela

Mengingatmu adalah keputusanku. Jangan dibantah!

Ke mana perginya pria itu? Pria jangkung yang tiap selasa sore terlihat di pinggir dermaga. Pria yang selalu membawa bunga dalam keranjang sepedanya. Apakah dia baik-baik saja?

Tanpa dia tahu, aku mengamatinya diam-diam. Aku ingin sekali mengajaknya berbicara, entah kenapa. Aku merasa pernah mengenalnya. 

Tunggu. Aku keliru. Dia bukannya tidak datang, hanya saja dia terlambat datang. Aku lega, dia baik-baik saja.

Seperti biasa, dia duduk di pinggir dermaga menatap laut dengan semburat jingga yang hampir tenggelam. Aku memutuskan untuk ikut duduk di sampingnya, cukup dekat. Baru kali ini aku berani duduk di dekatnya. 

Aku memalingkan wajah untuk menatapnya. Kesedihan tampak jelas di wajahnya. Dan tiba-tiba saja dia balik menatapku. Dia menatapku lekat.

“Maaf.” Katanya yang berhasil membuatku kaget, sangat kaget.

“Kau, melihatku?” Aku bertanya, memastikan. 

Dia hanya mengangguk lalu terdiam. Jadi, selama ini dia menyadari keberdaanku? Tetapi, kenapa dia meminta maaf?

“Aku minta maaf karena masih mengingatmu. Kenangan kita terlalu indah untuk kuabaikan. Kau tidak mengingatku, itu tak masalah. Asalkan, kau jangan lagi menyuruhku untuk menghapusmu dalam ingatanku. Itu sangat menyiksaku.” Wajahnya kini tertunduk. 

“Hari ini aku akan benar-benar merelakan kepergianmu. Satu bulan terakhir ini kuhabiskan untuk belajar merelakanmu. Belajar menerima kepergianmu. Tetapi, pahami satu hal bahwa merelakan bukan berarti melupakan. Aku akan mengingatmu, selalu.” Dia kembali menatapku. Kedua sudut bibirnya terangkat menciptakan senyuman yang begitu menawan. 

Berbeda dengannya, aku justru menitikkan air mata. Aku tidak mengingatnya. Aku tidak tahu siapa dia. Namun, hatiku seakan paham dengan semua ucapannya.

>_<

Salah Tempat⚡

Orang pertama akan lebih dulu diingat, begitulah kira-kira.”

~>_<~

Aku berjalan menyusuri lorong kampus menuju taman belakang. Dia sedang menungguku di sana. Hari ini, suasana hatiku secerah langit yang tak berawan. Aku merasa senang karena baru saja mendapat nilai yang memuaskan. Langkahku terhenti sejenak untuk membalas pesan dari kakak yang menawarkan jemputan, namun kutolak.

Aku akhirnya sampai di taman belakang kampus. Segera kuhampiri dia untuk bergabung. Ternyata, jarak kelasku dengan taman lumayan jauh sehingga lelah sedikit terasa.

Aku memilih untuk duduk di hadapannya ketimbang di sampingnya. Alasannya cuman satu, aku ingin puas menatap matanya. Matanya indah, aku suka. 

Seperti biasa, aku yang selalu memulai percakapan. Dia itu sangat irit bicara. Jadi, kalau menunggu dia yang memulai obrolan bakalan butuh waktu yang cukup lama. 

“Masih ada kelas?” Aku bertanya tanpa berniat memalingkan pandangan dari wajahnya. Dia tampan, selalu. 

“Masih.” Jawabnya singkat.

“Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan?”

Dia terlihat bimbang. Dia menunduk seperti menghindari tatapan mataku. Tampaknya dia sedikit ragu untuk menjawab. Aku hanya bisa menunggu dia berbicara.

“Dia, kembali.” Hanya itu jawabannya.

“Siapa yang kembali? Kembali ke mana?” Aku bertanya penasaran. Aku tidak mengerti, sama sekali.

“Dia kembali dari Jerman.” Dia menatapku, lekat. 

Aku  masih berusaha mencerna kata-katanya. Tunggu, apa dia bilang? Jerman? Tidak salah lagi, pasti yang dia maksud adalah mantannya. Cinta pertamanya.

“Kamu masih cinta dengan mantanmu itu?” tanyaku getir. 

Sial! Dia hanya diam, tidak menyanggah. Ternyata selama ini, aku membiarkan perasaanku tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Cari penyakit memang.

“Jika kembali bersamanya membuatmu bahagia, maka segerakan.” Kataku berbohong. 

Hatiku sakit, tentu saja. Aku menganggap remeh cinta pertama. Aku mengira orang-orang yang mengatakan “cinta pertama itu sulit dilupakan” hanyalah sebuah bualan semata, ternyata tidak. Itu sungguhan.

<•_•>

Sewaktu Kecil🍂

Percayalah, kau tak seburuk itu sebagai manusia. Penyesalanmu yang lalu akan kau sesalkan hari ini. Itu karena, Sang Takdir cepat atau lambat akan mengajakmu berdamai.
Jadi, bersiaplah!

Izin cerita, boleh?

Hmm… aku mau cerita sedikit kisahku saat masih lugu dan kiyowok😅

Aku manusia biasa, sungguh. Aku bisa melakukan berbagai macam bentuk emosi, seperti tertawa, menangis bahkan marah. Akan tetapi, aku masih sangat dini untuk paham, mengerti dan tahu alasan kenapa orang bisa tertawa, menangis atau pun marah. 

Aku tak paham kenapa orang lain menangis, sedangkan aku tidak.

Aku ingat sekali masa itu. Masa dimana ibu seringkali menangis saat larut malam. Tangis ibu tidak bersuara sama sekali, namun aku tahu dia menangis. Saat itu, aku belum bisa mengenakan seragam sekolah dengan benar. Sebab itulah, aku bisa mengetahui kalau Ibu semalam menangis. Saat ibu merapikan seragamku dengan telaten, aku selalu mendapati mata ibu yang terlihat sembab. Walau masih SD, aku sangat tahu kalau mata sembab itu dikarenakan ibu menangis sepanjang malam. Ibu rutin menangis saat larut malam setelah momen itu.

Momen saat aku, ibu dan kakak duduk di pinggir jalan untuk menunggu ayah. Namun, Ayah tak datang dan mungkin tidak akan datang lagi kata ibu. Aku menangis saat itu meski tak paham seperti apa situasinya. Hatiku terlalu pilu melihat ibu yang terisak-isak sambil membawa tubuhku dan kakak ke dalam dekapannya. Kami bertiga saling menghangatkan lewat pelukan. Ibu menangis, tetapi aku tak paham karena apa. 

Aku juga tak mengerti kenapa orang lain tertawa, sedangkan aku tidak.

Aku ingat, dulu. Tawa temanku selalu mengembang saat duduk manis di atas motor milik ayahnya. Wajahnya pun berseri di kala sang ayah menghidupkan mesin motor dan mengajaknya berkeliling kampung menikmati suasana petang yang tentram. Tak jarang, temanku dan ayahnya mengajakku untuk turut ikut, karena memang bangku di bagian belakang masih kosong. Beberapa kali aku menerima tawaran itu untuk mengerti kenapa temanku bisa tertawa sebahagia itu. Namun, nihil. Aku tidak mengerti. 

Aku bahkan tak tahu kenapa orang lain marah, sedangkan aku tidak.

Dulu, aku tak tahu kenapa kakak marah hanya karena aku ingin jajan di sekolah. Padahal ibu memberi kami uang saku untuk dibelanjakan. Tapi aku tak tahu kenapa kakak semarah itu. Aku ingat sekali perkataan kakakku yang mengatakan “Tidak usah neko-neko! Kau tak tahu beratnya ibu menanggung malu agar bisa berutang ke orang. Kau juga tak tahu seberapa keras ibu bekerja baru bisa mendapatkan uang.” Aku selalu terdiam setiap kali kata-kata itu terucap oleh kakak. Aku bisa apa selain diam dan menuruti perkataannya. Aku tidak tahu maksud dari perkataan kakak, tetapi yang pasti dia sedang marah.

Sekarang, aku tentunya sudah lebih dari paham, mengerti dan tahu akan alasan kenapa temanku tertawa, ibuku menangis dan kakakku bisa marah. Alasannya tentu karena mereka sedang bahagia, sedih, dan kesal. Alasan itu sederhana, namun butuh waktu untuk menyadarinya.

Jujur, dulu aku sempat menyesal. Menyesal karena membenci masa kecilku. Tetapi ternyata, aku bisa berdamai dengan takdir. Aku menyesal karena pernah membenci. Tidak ada untungnya sama sekali, hanya menambah beban di hati dan pikiran. Dan itu sangat menyiksa.

“Aku berterima kasih kepada diriku di masa lalu. Karenanya, sekarang aku ahli dalam hal berdamai.”

Tersampaikan🌻

Surat terbuka untuk Mia Chan😁

~>_<~

Rasanya baru sehari kita berpisah atap, namun sekarang sudah mampu membangun rumah tangga sendiri. Aku salut dengan keputusanmu. Sesuatu yang baik tidak boleh ditunda, bukan?

Usia memang tidak menjamin kesiapan seseorang. Kamu lebih muda dariku, tapi lebih mudah mengambil keputusan. Mengambil keputusan adalah hal yang sangat sulit bagiku. Intinya, aku benar-benar kalah dalam hal nikah dan semacamnya. Sesuatu hal yang masih sangat asing diterima oleh akal sehatku.

Aku masih sangat menyesal karena tidak bisa hadir di pernikahanmu. Padahal, aku sangat ingin menyaksikan langsung raut wajah bahagiamu. Ingin melihat wajah berserimu di pelaminan.

“Jaga Mia baik-baik! Ini perintah bukan permintaan.” Sampaikan kalimat ini pada suamimu. 

Bahagia selalu Mia. Aku percaya dengan pilihanmu💜

“Tetap ingat aku, ya!” ini juga perintah😅

Sumber: Dari pihak terkait👌

Good Person Is You

Hari ini, aku tidak baik-baik saja. Hatiku hancur, sakit rasanya. Aku malu menyapa penghuni dunia dengan wajah yang sangat menyedihkan ini. Anehnya, aku sama sekali tidak merasa malu jika itu dirimu. 

Kau memberiku segelas kopi dan itu selalu berhasil membuatku tenang. Aku menikmati ketulusanmu hanya dengan menghirup aroma kopi pemberianmu. Sederhana, namun bermakna. Aku merasa menjadi orang yang paling berharga di dunia saat bersamamu.

Kau orang baik.

Apakah kau masih ingat? Saat kita berkumpul dengan teman-teman, mereka berceletuk mengatakan bahwa kita terlihat seperti sepasang kekasih. Aku hanya bisa tertawa menghindari suasana canggung di antara kita. Aku takut, kau tidak nyaman dan berakhir menjauh.

Kau tahu? Aku sangat suka dengan  suaramu. Aku tidak akan pernah bosan mendengar suaramu, meskipun kau selalu menyanyikan lagu yang sama.

Aku heran. Kau orang baik, memiliki suara yang merdu juga tampan. Tetapi, kenapa masih sendiri? Maksudku, kau punya potensi untuk mendapatkan perempuan impianmu. Apa mungkin, kau menunggu seseorang?

Aduh, aku jadi penasaran. 

Bolehkah aku berharap?

Sudahlah, lupakan.

Sumber: Instagram

Terinspirasi dari lagu Haechan NCT yang berjudul Good Person💚

Apakah Si Orang Baik, benar-benar menunggu seseorang?

Temukan jawabannya dalam lagu. Selamat mendengarkan😊
https://youtu.be/TXjygAFsvlY

Ohiya! Jangan lupa cari terjemahan lirik lagunya, supaya paham👍

Tuntas?

Barangkali mesin waktu hanyalah dongeng yang selamanya hanya akan menjadi angan-angan manusia. Namun, ia tak pernah benar-benar butuh mesin waktu, toh selembar foto di genggamannya sudah cukup membuatnya merasakan waktu bergulir dan membawanya kembali ke sepuluh tahun lalu.

Mau berkunjunjung ke masa lalu? Selembar foto adalah transportasinya😉

Saat ini, aku sedang berada di kafe dalam rangka menjalin silaturahim antar alumni. Acara reuni SMP, lebih tepatnya. Ini adalah kali pertama aku bisa hadir. Aku berharap, dia juga hadir.

Harapanku terwujud. Aku nyaris saja tidak mengenalinya. Tentu saja, dia tampak lebih dewasa dibanding sepuluh tahun yang lalu.

Sepertinya, takdir berpihak kepadaku. Satu-satunya kursi yang masih belum terisi adalah kursi yang berada tepat dihadapanku. Aku mengatur nafas, berupaya mengurangi rasa gugup yang menyerang. 

“Senang bertemu denganmu,” kataku sambil tersenyum kaku. Aku sangat gugup, mengingat ini adalah pertemuan pertama kami setelah sekian lama.

“Benarkah?” Dia mengangguk lalu bertanya dengan tatapan yang sulit kuartikan.

“Tentu,” jawabku singkat.

Ada hal yang perlu kutuntaskan denganmu, batinku. Aku kemudian mencari selembar foto yang sudah lama kusimpan dalam dompet. Foto yang mengabadikan moment sepuluh tahun yang lalu. Foto itu sudah usang, tentu saja. 

“Ini foto kita satu-satunya.” kataku kemudian meletakkan foto tersebut tepat di hadapannya. Raut wajahnya langsung berubah sendu. Seketika dia hanyut ke dalam foto yang sekarang digenggamnya.

“Apakah aku menyakitimu” Aku bertanya, khawatir. 

“Aku yang salah karena berani melontarkan kalimat kutukan itu.” Dia menjawab dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.

“Kau bahkan tidak mengatakan sepatah kata pun, bagaimana bisa kau beranggapan kau menyakitiku?” dia terkekeh beralih menatapku.

Aku mengangguk membenarkan perkataannya. Namun, di lain sisi ada perasaan bersalah yang semakin nyata. Aku memilih untuk memutus kontak mata dengannya. 

“Tak kusangka konsekuensinya benar-benar semengerikan ini. Aku mengira setelah kau tahu perasaanku, kau hanya butuh waktu untuk paham lalu mendapat jawaban. Tapi sayangnya, kau melibatkan jarak. Kau malah menjauh.” Lima menit hening, dia bersuara.

“Aku sungguh tak bermaksud menjauhimu. Aku hanya kesulitan untuk memahami situasi saat itu. Aku sangat pengecut untuk memahami itu semua. Aku tak menemukan cara lain, selain menjauh.” Aku tenggelam dalam tatapannya.

“Kau egois. Bahkan sampai detik ini, hatiku masih dikuasai olehmu.”

“Biarkan saja. Toh, penguasa hatimu sudah tidak pengecut lagi. Aku sudah sangat paham dengan perasaanku. Terima kasih, Bintang.”

“Kembali kasih, Mentari.”

Yang penasaran dengan Mas Bintang, nih aku kasih kembarannya😅

Sumber: Instagram

Tangis

Di umur yang sudah terbilang dewasa ini, menangis adalah suatu hal yang benar-benar serius.

Mengapa demikian?

Tangisan orang dewasa bukan lagi perihal permen yang tak bisa dinikmati karena takut gigi berlubang atau terjatuh di aspal saat belajar bersepeda.

Tangisan orang dewasa adalah akhir dari kenyataan yang tak sejalan dengan harapan.

Yapzzz! Tema kali ini perihal menangis.

Tepatnya kemarin, saat nonton drama korea yang berjudul “Dream High”. Itu adalah kali terakhir aku menangis. Aku benar-benar salut dengan aktor beralis tebal, Kim Soo-hyun yang berperan sebagai Song Sam Dong.

Song Sam Dong dalam drama ini adalah seorang remaja dari desa yang memiliki bakat yang luar biasa di bidang musik.

Nah suatu hari, Sam Dong di bujuk ke Seoul untuk bersekolah di Kirin Art High School yaitu sekolah seni yang terkenal di kota Seoul, Korea Selatan.

Awalnya, Sam Dong tidak berniat sama sekali untuk ikut ke Seoul bahkan bakat bermusiknya saja ia sembunyikan dari Ibunya. Tetapi lambat laun hatinya pun luluh dan ia pun bersekolah di Kirin Art High School.

Song Sam Dong tak serta merta mengarungi jalan yang mulus untuk menggapai mimpinya. Salah satu rintangan yang harus ia hadapi adalah saat ia kehilangan pendengarannya secara perlahan. Sam Dong sangat terpuruk akan hal tersebut, karena pendengaran yang bagus adalah modal yang wajib dimiliki oleh para penyanyi.

Pada episode Sam Dong terpuruk karena pendengarannya itulah, rasa haru pun muncul dan membuatku menitikkan air mata. Song Sam Dong berhasil membagikan rasa sakit hatinya sehingga melahirkan sebuah kesedihan yang mendalam bagi para penontonnya.

P E R E M P U A N

Perempuan itu sosok yang indah, pahatan sempurna dari Sang Maha Pencipta.

Perempuan diciptakan Tuhan untuk disandingkan dengan kata “Cantik”

Yapzz semua perempuan itu CANTIK, hanya saja kita hidup bersama orang-orang yang gemar menghakimi dengan standar kecantikan yang telah mereka patenkan.

***

Teruntuk semua perempuan yang pernah minder karena merasa kurang cantik, “Mari bersikap bodo amat dan cintai diri sendiri.”

Kita tak perlu menyentuh kesia-siaan hanya untuk memenuhi kehendak orang lain.

Semua orang pasti pernah merasa rendah diri karena sesuatu hal, tapi jangan sampai terlarut dan mendorong kita ke dalam jurang putus asa.

Ayo bangun percaya diri!

Agar tak berakhir jadi cinta sendiri😅

Dan, semangat untuk yang masih berjuang seorang diri💪

Kapan?

Aku terbangun di pagi hari dengan perasaan hampa. Bahkan bunyi alarm saja terdengar begitu lirih seakan prihatin dengan keadaanku saat ini. Untungnya, mentari pagi selalu saja berhasil menghangatkan hatiku yang terlanjur membeku.

Kau tahu? Aku seharusnya tak terbiasa dengan hati yang beku, namun nyatanya aku terlanjur terbiasa akan hal itu.

Kepergianmu yang menjadikanku seperti ini. Kau pergi dengan senyum yang mempesona. Jadi, ku mohon kembalilah tanpa membawa hati yang lain.

Memori kebersamaan kita senantiasa menciptakan seulas senyum di wajahku. Dan itu membuatku sadar bahwa tiap detik bersamamu adalah hal yang akan kurindukan nantinya.

***

Hari ini, di saat kita terpisah oleh jarak. Aku ingin menatap matamu dan memberitahumu “aku merindukanmu.”

Aku benar-benar menunggu hari dimana kau dan aku bersua kembali.

Kapankah hari itu akan tiba?